Pages

Translate

Wednesday, 18 January 2012

Kredit pajak Import

PPn Import dapat dikreditkan terhadap kewajiban PPn, yaitu dengan memasukkan unsur PPn Import ini pada Surat Pemberitahuan Masa (SPM) PPn.
(Mengenai cara menghitung PPn Import silahkan baca : Import Tax Calculation - Menghitung Pajak Import . Yang dibawah ini adalah CARA MENGKREDITKAN PPn IMPORT.


Contoh kasus :

Atas Import bahan penolong dari china, dikenakan PPn Import sebesar Rp 1,500,000,- dan telah dilunasi, pada masa (bulan) yang sama, terjadi :

Penjualan Lokal sebesar : Rp 345,761,500,
sehingga Faktur Pajak Keluarannya : Rp 34,576,150,-

Pembelian Bahan Baku sebesar : Rp 128,035,710,
sehingga Faktur Pajak Masukannya : Rp 12,803,571,-

PPn Import sebesar Rp 1,500,000

Maka PPn terhutangnya = 34,576,150 – 12,803,571 – 1,500,000 = Rp 20,272,579,- dibulatkan menjadi Rp 20,272,500,-


Cara memasukkan PPn Import ke SPM PPn :

PPn Import yang sebesar Rp 1,500,000 diatas dimasukkan ke dalam Formulir 1195 SPM PPn huruf 1.3.1, kolomPada Bulan Ini”, sedangkan akumulasinya dimasukkan pada kolom “s.d. Bulan Ini” perhatikan screen shoot di bawah :


Cara Menghitung Pajak Import

Pajak Import merupakan elemen terakhir dari Landing Cost.

Indonesia mengenakan 2 jenis pajak atas import, yaitu : PPn Import dan PPh Pasal 22.


Pajak Import = PPn Import + PPh Pasal 22



PPn Import dikenakan 10% dari nilai CIF dan Import Duty. Maka formulanya menjadi sebagai berikut :


PPn Import = 10% x [ CIF + ID]


Dimana :
CIF = Cost (FOB) + Insurance + Freight
ID = Import Duty


Contoh :

PT. Royal Bali Gemilang melakukan impor barang dari China, dengan rincian sebagai berikut :
Nilai Barang yang di Impor (FOB) = USD 3,500.00
Insurance = USD 100.000
Freight = USD 250.00
Import Duty = USD 150.00

Perhitungan :

PPn Import = 10% x [ (USD 3,500.00 + USD 100.00 + USD 250.00) + USD 150.00 ]
PPn Import = USD 400.00

PPh Pasal 22 dikenakan sebesar 7.5% dari nilai CIF dan Import Duty, formulanya :


PPh Pasal 22 = 7.5% x [CIF + ID]


Dengan menggunakan contoh yang sama, maka besarnya PPh Pasal 22 yang dikenakan adalah sebesar USD 300.00

Sekaligus besarnya Pajak Import yang akan dikenakan dapat dihitung





Cara Penghitungan Bea Masuk

 Pengertian Bea Masuk (Import Duty)

Dasar Hukumnya :
Tentang Kepabeanan : Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612).
Tentang Cukai : Undang-undang Nomor 11 Tahun 1995(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613).

Pengertian Bea Masuk (BM) atau dalam bahasa inggrisnya “IMPORT DUTY
Bea masuk adalah bea yang dikenakan atas barang yang dimasukkan ke dalam daerah pabean dan diperlakukan sebagai barang import, oleh karenanya terutang Bea Masuk.

Yang Bertanggung Jawab Untuk Membayar Bea Masuk
Importir bertanggung jawab atas Bea Masuk barang yang diimpornya melalui sistim menghitung dan membayar sendiri Bea Masuk yang terutang (self assessment).

Cara Penetapan dan Tujuan Penetapan
Bea Masuk ditetapkan dengan menggunakan “Dasar Penghitungan Bea Masuk (DPBM)” yang ditetapkan oleh peraturan Menteri Keuangan, dan tujuannya adalah untuk kepastian penghitungan dan memperlancar pengajuan Pemberitahuan Pabean oleh importir.

Saat Pembayaran (Pelunasan)
Bea masuk dilunasi selambat-lambatnya pada saat barang akan dikeluarkan dari kawasan pabean (kecuali import yang biayanya ditangguhkan atau dibebaskan)


Besaran Bea Masuk

Kutipan Keputusan Menteri Keuangan No. 491/KMK.05/1996, Tgl. 31-07-1996 :
“Bea Masuk dihitung berdasarkan tarif Bea Masuk dikalikan dengan Nilai Pabean barang impor yang bersangkutan”.


Tarif :
Untuk penghitungan Bea Masuk didasarkan pada ketentuan tentang klasifikasi barang dan besarnya tarif Bea Masuk atas barang impor.

Nilai Pabean :
Nilai Pabean untuk penghitungan Bea Masuk dan Pajak dalam rangka impor adalah Nilai pabean dengan kondisi Cost, Insurance, dan Freight (CIF).

Cost (FOB Cost) :
Harga Barang dimport sampai pada dek Kapal/pesawat pengangkut, atau biasa disebut Free On Board (FOB)

Insurance (Asuransi) :
Besarnya asuransi untuk menghitung Nilai Pabean ditetapkan sebagai berikut :
Dalam hal asuransi ditutup di luar negeri, didasarkan pada premi asuransi yang tertera pada polis asuransi.
Dalam hal asuransi ditutup di dalam negeri, besarnya premi asuransi untuk penghitungan Nilai Pabean dianggap nihil.
Dalam hal tidak ada polis asuransi, besarnya premi asuransi ditetapkan menurut tata cara yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Freight (Biaya Angkut) :
Biaya angkut (freight) untuk menghitung Nilai Pabean bagi barang impor didasarkan atas biaya angkut yang sebenarnya dibayar atau yang seharusnya dibayar. Jika memakai angkutan udara (Air Shipment) yang diberlakukan adalah rate IATA.


Catatan : Mengenai cara menghitung Bea Masuk, silahkan baca Tips : Import Duty Calculation (Perhitungan Bea Masuk) 


Besarnya Nilai Pabean Dalam Rupiah
Diperoleh dari perkalian antara Nilai Pabean dalam valuta asing dengan Nilai Dasar Penghitungan Bea Masuk (NDPBM) yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Tempat Pembayaran Bea Masuk
Untuk pelaksanaan pembayaran Bea Masuk dan pungutan negara lainnya dalam rangka impor dibayar melalui Bank Devisa atau Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai

Bea Masuk Tidak Dapat Dikreditkan
Bea Masuk tidak dapat dikreditkan. Akan tetapi bisa "ditangguhkan" atau "dibebaskan".


Import Duty (Bea Masuk) merupakan bagian yang paling critical yang perlu dipahami. Dari pengalaman saya selama ini, perhitungan dibagian Import Duty ini lah yang jarang orang ketahui.

Sebelum masuk ke Cara perhitungan Bea Masuk, perlu dipahami hal-hal penting berikut :

Purchase (FOB, C&F & CIF):


Insurance : Baca kembali article saya : Landing Cost (Sub: Insurance)

Harmonize System Code (biasa di singkat HS):
Harmonize System Code wajib anda pahami dan ketahui. Ingin saya upload di sini agar bisa anda download langsung dari sini, sayang file-nya masih berupa PDF yang sangat besar. Untuk sementara Harmonize System Code bisa anda temukan di Ditjend Bea dan Cukai Indonesia (DJBC). Harmonize System Code ini adalah kode untuk mengelompokkan jenis komoditi import yang nantinya akan menentukan tariff yang akan digunakan didalam penentuan Import Duty.

Okay… here we go..! masuk ke perhitungan :

Import Duty = Tariff x CIF

Atau :

Import Duty = Tariff x (FOB + Freight Cost + Insurance)

Contoh :

PT. Royal Bali Gemilang melakukan import dari China, sebagai berikut :

Items : Hand croche Glove
Matrials : 100% Acrylic
Qty : 1000 pcs
Unit Price (FOB) : USD 3.50/pc
Freight Cost (IATA) : USD 300.00
Insurance = USD 150.00
Note on FOB : No discount applied , Sales Tax included

Berapa Import Duty (Bea Masuknya) ?.

Petunjuk :

Harmonize System Code untuk Glove (Sarung Tangan) yang terbuat dari acrylic adalah : 6116.93.00.00 (HS Code untuk komoditi lain silahkan download di DJBC). Tariff untuk HS ini adalah : 15%

Perhitungan :

Import Duty = 15% x [(1000 pcs x USD 3.50) + USD 150.00 + USD 300.00 ] = 15% x USD 3,950.00 = USD 592.50

Pengembalian, Keringanan & Pembebasan Bea Masuk

Pengembalian, pembebasan atau keringanan dapat diberikan terhadap seluruh atau sebagian bea masuk yang telah dibayar atas :


1). Kelebihan pembayaran bea masuk akibat :

a). Kesalahan penetapan tarif dan/atau nilai pabean oleh pejabat bea dan cukai atas barang impor.

b). Perbedaan penetapan tarif dan nilai pabean, dengan penetapan kembali tarif dan nilai pabean oleh dirjen bea dan cukai.

c). Kesalahan tata usaha, antara lain adalah kesalahan tulis, kesalahan hitung, atau kesalahan pencantuman tarif.
2). Impor barang yang mendapatkan fasilitas pembebasan atau keringanan bea masuk.
3). Impor barang yang oleh sebab tertentu harus diekspor kembali atau dimusnahkan di bawah pengawasan pejabat bea dan cukai.
4). Impor barang yang sebelum diberikan persetujuan impor untuk dipakai kedapatan jumlah yang sebenarnya lebih kecil daripada yang telah dibayar bea masuknya, cacat, bukan barang yang dipesan, atau berkualitas lebih rendah
5). Kelebihan pembayaran bea masuk sebagai akibat putusan lembaga banding.

Caranya :

Importir mengajukan permohonan kepada Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Jika permohonan pembebasan atau keringanan bea masuk disetujui, direktur jenderal bea dan cukai a.n. Menteri keuangan menerbitkan keputusan pembebasan atau keringanan bea masuk.


Syarat  Pengembalian, Keringanan & Pembebasan Bea Masuk

Menyelenggarakan pembukuan sesuai dengan standar akuntansi indonesia

Menyimpan dan memelihara untuk sekurang-kurangnya 10 (sepuluh) tahun pada tempat usahanya semua dokumen, catatan dan pembukuan yang berkaitan dengan pembebasan atau keringanan bea masuk atas import.


Untuk pengamanan hak keuangan negara dan menjamin dipenuhinya ketentuan kepabeanan, direktorat jenderal bea dan cukai melakukan pengawasan fungsional dan post audit atas pembukuan, catatan dan dokumen pengusaha/importir yang berkaitan dengan pemasukan dan penggunaan barang.


Berdasarkan hasil audit, pengusaha/importir bertanggung jawab atas pelunasan bea masuk, cukai, ppn, dan pph pasal 22 impor yang terutang, dan sanksi administrasi berupa DENDA.

Letter of Credit part 3

Letter of Credit yang biasa disingkat dengan (L/C) merupakan salah satu instrument pembayaran yang sangat penting dalam perdagangan international. Letter of Credit sangat vital dalam memberikan keyakinan kepada pembeli (buyer) maupun penjual (seller) dalam melakukan perdagangan international (export-import).

Dengan tersedianya Letter of Credit :

Penjual (Seller/Exporter) :

Mendapat keyakinan akan ketersediaan pembayaran atas barang dan atau jasa yang diserahkan. Dengan telah dibukanya Letter of Credit oleh pihak buyer, seller tidak perlu khawatir mengenai adanya kemungkinan barang dan atau jasa yang diserahkan tidak (kurang)dibayar, sepanjang klausa (Term and Condition) yang tercantum di dalam L/C dipenuhi. Keyakinan tersebut diperoleh dengan adanya penegasan dari pihak bank pembuka L/C bahwa pihak pembeli (buyer) memiliki kemampuan yang cukup untuk membayar dan dalam hal ini bank pembuka L/C menjamin akan mendibit rekening pihak pembeli, jika pihak penjual menyerahkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan.

Bahkan di Indonesia, penguasaan terhadap sebuah Letter of Credit (L/C), bisa dijadikan dasar permohonan "Kredit Export (KE)" guna memperoleh dana lebih awal dari bank devisa, untuk dipergunakan sebagai modal kerja dalam memproduksi barang yang difasilitasi oleh Letter of Credit tersebut. Tentu saja pihak bank akan mengenakan bunga tertentu atas kredit tersebut, yang biasa disebut dengan bunga diskonto.


Pembeli (Buyer/Importer) :

Memperoleh keyakinan bahwa dia/mereka hanya akan membayar seller atas penyerahan barang dan atau jasa yang dipesannya sesuai dengan syarat yang telah disepakati sebelumnya yang akan dituangkan di dalam "Term and Condition" L/C yang akan dibuka. Dalam hal ini bank pembuka hanya akan mendebit rekening buyer, jika bank telah menerima dokumen yang dipersyaratkan.

Bagi mereka yang berada di bagian accounting maupun keuangan, mengenal dan mengetahui dasar mekanisme kerja letter of credit adalah penting, sehingga dapat diestimasi : kapan dan bagaimana TRANSAKSI SALES (jika perusahaan bertindak selaku seller) atau PURCHASE (jika perusahaan bertindak sebagai buyer) akan berakibat terhadap POSISI KAS perusahaan. Jika rekan-rekan di accounting atau keuangan menguasai mekanisme "Letter of Credit", maka itu merupakan nilai plus yang melengkapi keahlian dalam mengelola keuangan perusahaan (tinggal beberapa langkah menuju jenjang career yang lebih tinggi/financial controller). Menarik kan ?.

Sedangkan bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia export-import, "Letter of Credit" adalah sesuatu yang wajib untuk dikuasai. Bagaimana tidak, atas proses export-import yang menggunakan instrument Letter Of Credit, langkah demi langkahnya harus selalu stick on (berpatokan) pada butir-butir “Term and Condition” yang tercantum di dalam Letter of Credit. Mulai dari :
(-). Packing Instruction : dimension, unit weight, quantity/volume per pack, side/front pack marking, dll.
(-). Document Required : Export License, Commercial invoice, Certificate of Inspection, Fumigation Certificate, dll.
(-). Shipping Instruction : Nominated Forwarder, Port of Departure, Notify Party, Port of Destination, Consignee Name, dll.

Penyimpangan (discrepancies) sangat kecil/sepele sekalipun terhadap instruksi (instruction) maupun permintaan (requirement) yang tercantum di dalam “Term and Condition” OTOMATIS MENGAKIBATKAN GAGALNYA REALISASI PEMBAYARAN atas sebuah transaksi yang di fasilitasi dengan Letter of Credit. Dan ini adalah tanggung jawab mereka-mereka yang berada di bagian Export-Import.

Catatan Penting :
Dalam sebuah transaksi yang menggunakan Letter of Credit, yang menjadi penentu dasar realisasi pembayaran adalah Dokumen. Sedangkan kondisi barang/jasa yang diperjual-belikan maupun hal-hal lain yang menyangkut kesepakatan seller dengan buyer, adalah diluar tanggung jawab institusi keuangan (dalam hal ini bank), artinya : bank pembuka berhak mendebit rekening buyer dan wajib membayarkannya kepada seller melalui bank yang ditunjuk begitu dokumen diterima dalam keadaan lengkap dan sesuai dengan kondisi yang dipersayaratkan, terlepas apakah barang/jasa yang diserahkan dalam keadaan yang sesuai dengan kesepakatan antara buyer dengan seller atau tidak.



Ada 3 (tiga) macam Letter of Credit, yaitu :

(a). Commercial Letter of Credit
Commercial Letter of Credit merupakan instrument pembayaran utama, dimana proses pembayaran dilakukan oleh bank begitu dokumen diterima.

(b). Standby Letter Of Credit
Standby Letter of Credit merupakan instrument pembayaran kedua setelah instrument pembayaran yang lain (Telex Transfer, Cash on Delivery, dll). Artinya : Standby Letter Of Credit hanya akan dicairkan apabila buyer tidak memenuhi kewajibannya untuk membayar dengan menggunakan instrument utamanya. Dengan kata lain Standaby L/C hanya merupakan instrument pembayaran cadangan. Standby Letter of Credit hanya merupakan alat yang menunjukkan kemampuan bayar buyer (pembeli) bukan L/C yang serta merta dapat dicairkan. Standby Letter of Credit dicairkan dengan cara menunjukkan draft instrument pembayaran yang utama dan menunjukkan bukti-bukti bahwa buyer tidak melaksanakan kewajibannya membayar.

c). Back to Back Letter of Credit
Adalah sebuah L/C yang dibuka untuk pihak seller, dimana L/C yang baru dibuka tersebut menunjuk L/C lain yang diterima dari pihak lain, yang artinya : “Term and Condition” L/C tersebut sepenuhnya bergantung pada L/C yang ditunjukknya. Dengan kalimat sederhana : L/C tersebut hanya akan bisa dicairkan apabila pihak pembuka telah mencairkan L/C yang ditunjuknya (L/C yang diterimnya dari pihak lain).

Pada umumnya Standby Letter Of Credit jarang bisa diterima oleh pihak penjual (seller), seller akan lebih memilih Commercial Letter of Credit. Terlebih-lebih jenis Back to Back Letter of Credit. Sangat jarang bisa diterima. Terlalu berbahaya bagi seller.

Catatan :
Dalam pembahasan-pembahasan selanjutnya yang akan kita bicarakan adalah COMMERCIAL LETTER OF CREDIT.
 Elemen dan Pihak-Pihak Yang Terlibat Dalam Proses Letter Of Credit
Berikut adalah elemen dan pihak-pihak yang terlibat dalam proses sebuah Letter of Credit :

Pembeli (Buyer)

Adalah pihak pembeli yang berinisiatif untuk membuka sebuah Letter of Credit untuk transaksi pembelian yang dilakukannya dengan pihak seller.


Draft of Purchase Order

Adalah sebuah dokumen awal atau draft sebagai bukti atas pemesanan suatu barang dan atau jasa. Draft PO biasanya merupakan bukti pemesanan awal yang sudah 99% final hanya saja pembuat draft (buyer) belum sempat untuk mengubahnya ke dalam bentuk kontrak resmi. Jenis barang, jumlah/volume, spesifikasi barang, standar kwalitas, cara pengemasan (packaging) sudah tersedia lengkap dan telah ditandatangani oleh pihak pembeli maupun penjual.


Purchase Order/Contract

Adalah draft order yang telah dituangkan kedalam lembaran resmi entah itu Official Purchase Order maupun Purchase Contract.


Letter of Credit’s Amount

Menyebutkan Nilai Nominal yang boleh dicairkan atas Letter of Credit tersebut. Nilainya seharusnya sama dengan nilai purchase order / contract. Namun demikian terkadang juga disebutkan batas nilai minimum dan maksimum, yang mana L/C akan ditolak apabila nilai yang akan dicairkan (tercantum) dalam dokumen export lebih kecil (short shipment) atau lebih besar (over shipment) dari melewati batas minimum/maksimium yang disebutkan di dalam L/C.


Issuing Bank

Adalah pihak yang memfasilitasi Letter of Credit, biasanya bank devisa dimana rekening buyer berada. Issuing Bank lah yang menerbitkan Letter Of Credit.


Advising Bank

Adalah Bank yang menerima Letter of Credit sekaligus menyampaikannya kepada pihak penerima Letter of Credit (seller). Jika advising bank memiliki hubungan correspondent, maka selanjutnya Advising Bank akan menjadi pihak yang menjembatani (correspondent) peresentasi dokumen maupun pencairan dana antara Issuing Bank dengan pihak penerima pembayaran (seller).


Correspondent/Confirming Bank

Adalah Bank yang menghubungkan Issuink Bank dengan Advising Bank. Correspondent Bank/Confirming Bank dibutuhkan apabila Issuing Bank tidak memiliki hubungan correspondent dengan Advising Bank yang ditunjuk oleh pihak seller. Mengapa hubungan correspondent dibutuhkan ?, karena untuk lalulintas pembayaran, bank yang berhubungan harus memiliki catatan speciment pejabat bank-nya masing-masing. Jika antara Issuing Bank dengan Advising Bank tidak ad ahubungan correspondent, maka mustahil mekanisme proses sebuah L/C dapat dilaksanakan, untuk itulah diperlukan correspondent bank. Correspondent bank sudah pasti sebuah bank yang memiliki correspondent dengan advising bank.


Beneficiary (seller)

Adalah pihak yang akan berhak menerima pembayaran atas sebuah Letter of Credit, dalam hal ini adalah penjual (seller).


Export Document

Adalah satu (atau lebih) set document export, termasuk Bill of Lading (BL) atau Air Way Bill (AWB). Akan kita bahas di sub pokok bahasan lain.
Time Set

Dalam sebuah L/C juga ditentukan mengenai batas-batas waktu tertentu atas sebuah proses dalam transaksi tersebut, yaitu :
(-). Latest Delivery Time : adalah batas penyerahan akhir dari barang/jasa yang dipesan oleh buyer. Buyer menentukan kapan barang tersebut harus diserahkan. Apabila kondisi penyerahan adalah FOB, maka yang dijadikan patokan adalah tanggal Bill of Lading (B/L) atau Air Way Bill (Awb). Apabila kondisi penyerahan adalah C&F atau CIF maka yang dijadikan patokan adalah tanggal kapan barang di-realease oleh custom pelabuhan tujuan (port of destination).
(-). Latest Presentation Document Date : adalah batas tanggal penerimaan akhir dokumen oleh pihak Issuing Bank. Issuing Bank menentukan batas akhir kapan dokumen export harus diterima oleh Issuing Bank.


Certificate of Inspection

Adalah sebuah dokumen yang berupa sertifikat, yang menyatakan barang/jasa telah diperiksa (inspected) secara seksama, dimana barang/jasa telah memenuhi syarat yang telah ditentukan oleh pembeli (buyer) sehingga diberikan sertifikat. Certificate of Inspection biasanya dikeluarkan oleh institusi yang ditunjuk sebagai inspector (pemeriksa) oleh pihak pembeli (inspector).


Alur Proses Letter of Credit
Alur proses sebuah Letter of Credit dapat digambarkan sebagai berikut :
 Penjelasan :

(1). Buyer berinsitif untuk memesan barang/jasa

(2). Seller meminta buyer untuk membuka sebuah L/C, dengan memberitahukan “Term and Condition” yang bisa diterima serta nama advising bank yang ditunjuk.

(3). Buyer meminta bank dimana rekeningnya berada (Issuing Bank) untuk membuka sebuah L/C dengan memberitahukan “Term and Condition” yang bisa diterima serta nama advising bank yang ditunjuk oleh seller.

(4). Issuing Bank membuka sebuah L/C dan mengirimkannya kepada Advising Bank. (Sekaligus mengirimkan copy-nya kepada buyer, buyer mengirimkan copy tersebut kepada pihak seller sebagai konfirmasi bahwa L/C telah dibuka). Jika issuing Bank tidak mempunyai hubungan correspondent dengan Advising Bank, maka buyer akan mencari Bank Correspondent sebagai perantara.

(5). Advising Bank menyampaikan L/C tersebut kepada beneficiary (seller).

(6). Setelah barang/jasa yang dipesan siap untuk dikirimkan, beneficiary (seller) menyiapkan dokumen yang dipersyaratkan di dalam L/C (dokumen export). Jika dokumen telah siap, maka beneficiary akan menyerahkan dokumen tersebut kepada Advising Bank.

(7). Advising Bank akan mempelajari isi dokumen, jika telah memenuhi syarat (sesuai dengan kondisi L/C) maka dokumen akan dikirimkan kepada Issuing Bank untuk meminta pembayaran, jika tidak maka dokumen akan ditolak dan dikembalikan kepada beneficiary serta memberitahukan penyimpangan yang telah terjadi.

(8). Begitu dokumen diterima, Issuing Bank akan memeriksa kelengkapan dan kesesuaian dokumen yang diterima dengan term and condition di dalam L/C, Jika tidak sesuai maka pembayaran akan ditolak. Jika sesuai maka Issuing Bank akan membayar pihak beneficiary (seller) melalui Advising Bank, serta mengirimkan dokumen tersebut ke pihak buyer. Dengan dokumen asli yang diterima dari issuing bank, pihak buyer akan mengambil barang/jasa di custom, tanpa dokumen asli tersebut, pihak buyer tidak akan bisa mengambil barang/jasa tersebut.


Letter of Credit Amendment
Perhatikan butir (4) dari alur proses L/C di atas, begitu sebuah Letter of Credit dibuka, maka Issuing Bank akan mengirimkan L/C tersebut ke pihak Advising Bank, sekaligus mengirimkan copy L/C tersebut kepada pihak buyer. Selanjutnya buyer akan mengirimkan copy tersebut kepada pihak seller. Seller akan memeriksa isi “Term and Condition” dari L/C yang dibuka. Apabila seller menemukan kondisi atau persyaratan yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkan (tidak bisa dipenuhi), maka seller akan meminta pihak buyer untuk melakukan perubahan atas L/C tersebut. Perubahan L/C itulah yang disebut dengan Letter of Credit Amendment. Jika buyer setuju dengan perubahan (amendment) yang diminta oleh seller, maka buyer akan meminta pihak Issuing Bank untuk melakukan amendment. Issuing Bank mengirimkan amendment tersebut ke pihak Advising Bank. Advising Bank menyampaikan amendment tersebut kepada pihak seller (beneficiary) sekaligus minta konfirmasi bahwa amendment tersebut memang diminta oleh pihak seller.


Karakteristik sebuah Letter of Credit
Untuk mengetahui apakah sebuah Letter of Credit baik atau vuruk kondisinya, maka perlu terlebih dahulu mengetahui karakterikstik dari sebuah L/C. Berikut adalah karakterikstik-karakteristik dasar dari sebuah L/C :

Transferable / Non Transferable
Karakteristik ini adalah menunjukkan, apakah Letter of Credit tersebut boleh dipindah-tangankan atau tidak

(-). Transferable, artinya : Bisa dipindah tangankan. Kondisi tranferrable biasanya disertai dengan kondisi lain yaitu adanya “Blank Endorsment”. Artinya : dengan blank endorsement, maka L/c tersebut dapat dipindahtangankan kepada pihak manapun sesuai dengan keinginan beneficiary. Jika dalam keadaan “endorsed” (ter-endor), maka L/C tersebut hanya boleh dicairkan oleh pihak yang mengendors saja.
(-). Non Transferable : lawan dari transferable.

Pada umumnya seller tidak akan menerima non-transferrable L/C.


Revocable/Irrevocable

(-). Revocable : artinya “Term and Condition” di dalam L/C yang telah diterbitkan dapat diubah sewaktu-waktu oleh Issuing Bank (atas permintaan Buyer) tanpa meminta persetujuan pihak Issuing Bank maupun Beneficiary (seller). Karakteristik L/C ini adalah tidak baik. Tidak satupun seller yang bersedia menerima L/C jenis revocable.
(-). Irrevocable : artinya “Term and Condition” di dalam L/C yang telah diterbitkan hanya boleh diubah atas kesepakatan beneficiary (seller) dengan buyer. Karakteristik ini adalah baik dan diminta oleh seller manapun.

Availability

(-). Available at any bank : artinya L/C tersebut boleh dicairkan di bank manapun yang ditunjuk oleh pihak beneficiary. Kondisi ini sangat diharapkan oleh pihak seller, karena dengan kondisi ini Issuing Bank wajib mencari correspondent bank untuk berhubungan dengan Advising Bank yang di tunjuk oleh pihak seller. Dan atas biaya correspondent yang timbul, pihak Issuing Bank wajib menaggungnya dengan mendebit rekening buyer.
(-). Available only at Bank A : artinya seller harus menunjuk bank yang memiliki correspondent dengan Bank A untuk melakukan pencairan L/C. Dan Advising Bank wajib menanggung biaya correspondent yang timbul dengan mendebit rekening seller. Karakteristik L/C seperti ini biasanya tidak bisa diterima oleh pihak seller.

Pada Letter of Credit – Serie 3 ini, akan khusus diberikan tips bagi EXPORTER maupun IMPORTER yang menggunakan Letter of Credit sebagai instrument pembayaran. Tentu saja tips ini tidak dimaksudkan untuk over-riding, cheating, corrupting atau yang sejenisnya atas sebuah Letter of Credit. Melainkan untuk kelancaran dan objective’s achievement yang efektif berdasarkan fairness bagi semua pihak (bagi : Buyer, Seller, Issuing Bank maupun Advising Bank).


Tips menangani Letter of Credit
1). Menjelang Pembukaan L/C (bagi Seller maupun Buyer)
Sesungguhnya, kunci sukses penanganan sebuah L/C adalah diawal-awal, dimulai menjelang L/C dibuka, yaitu :

(a). Purchase Order Draft

Untuk jenis pesan yang segera (rush order), Draft order akan dijadikan sebagai dasar pembukaan sebuah L/C, menjadi lampiran dalam permohonan pembukaan L/C. Untuk itu pemeriksaan draft order dengan hati-hati dan seksama adalah kunci awal dari penanganan sebuah Letter of Credit. Sebelum penandatanganan Draft Order, perhatikan hal-hal berikut ini :

(-). Jenis dan nama barang yang dipesan
Pastikan jenis barang yang dipesan tekah tertulis dengan jelas dan benar, tidak menimbulkan salah pengertian. Pencantuman nama barang beserta description-nya adalah critical. Perlu diketahui bahwa jenis/nama barang akan dicantumkan di dalam L/C, dan shipping document.

(-) Bahan baku barang yang dipesan.
Sama pentingnya dengan Jenis dan nama barang. Bahan baku yang dipesan hendaknya dicantumkan dengan persis, dan jelas.

(-). Spesifikasi barang yang dipesan
Spesifikasi barang yang dimaksudkan di sini meliputi : ukuran, warna, kwalitas, Pastikan spesifikasi barang telah tercantum (tertulis/tergambar) dengan jelas. Hal ini penting, agar barang yang dikirim nantinya sesuai dengan apa yang dipesan. Kesalahan spesifikasi barang akan berakibat pada ditolaknya barang pada saat proses inspeksi, sehingga Certificate of Inspection tidak bisa dikeluarkan. Certificate of Inspection biasanya disyaratkan dalam sebuah L/C.

(-). Contoh/sample/Proto-type barang yang dipesan
Contoh/sample/proto-type memiliki peranan yang sama dengan specifikasi barang, hanya saja bersifat visual sehingga lebih mudah untuk diikuti.

(-). Jumlah/volume barang yang dipesan
Pastikan jumlah/volume barang yang dipesan tekah tercantum dengan benar dan jelas.

(-). Nilai barang yang dipesan
Periksalah Unit price dan Total Amount yang tercantum didalam Draft Order, hal ini penting, karena total amount yang tercantum di dalam L/C nantinya akan berpatokan pada Draft Order ini.

(-). Kondisi penyerahan barang
Kondisi penyerahan barang bisa bermacam-macam : Free on Board (FOB), Cost and Freight (C&F) atau Cost, Insurance & Freight (CIF). Pastikan kondisi penyerahan barang telah sesuai dengan yang disepakati.

(-). Batas akhir penyerahan barang
Batas akhir penyerahan barang (Latest Delivery Time) adalah critical. Latest Delivery Time akan menjadi salah satu yang disyaratkan di dalam L/C. Latest Delivery Time hendaknya memperhatikan kondisi penyerahan, lamanya produksi (Production Lead Time), Jadwal keberangkatan kapal (Shipping Schedule). Kesalahan dalam penentuan dan pencantuman Latest Delivery Time sudah pasti akan mengakibatkan discrepancies.

(-). Packing Instruction
Packing Instruction biasanya berupa lampiran yang menyertai Draft Order, berisi instruksi mengenai bagaimana barang seharusnya dikemas, mulai dari cara pembungkusan (oleh kertas/plastic), penyimpananya di dalam kemasan (dus/kotak), jumlah /volume barang per satu kemasan, dan lain sebagainya. Packing instruction juga harus diperhatikan dengan seksama, packaging barang ayang akan dikirimkan akan tercermin di dalam Packing List, dan packing list adalah salah satu jenis dokumen yang disyaratkan di dalam sebuah L/C. Penyimpangan dalam Packing List bisa menngakibatkan terjadinya discrepancies.

(-). Shipping Instruction
Shipping Instruction juga berupa lampiran, hanya saja isinya khusus mengenai bagaimana barang seharusnya dikirimkan. Hal-hal yang diatur dalam shipping instruction biasanya : pencantuman nama shipper, cara pengiriman (by Sea atau by Air), Nominated Forwarding Company (Jika nominated forwarder), Port of Departure (nama pelabuhan dari mana barang diberangkatkan), Port of Destination (pelabuhan tujuan dimana barang yang dispesan akan di un-load), Notify Party (pihak yang harus dihubungi oleh shipping agent ketika nanti barang tiba di pelabuhan tujuan), serta Consignee Name (pihak yang berhak atas barang tersebut setelah tiba dipelabuhan tujuan). Semua itu juga akan tercantum didalam Letter of Credit. Untuk itu sangat perlu untuk diperhatikan.

Jika ditemukan hal-hal yang tidak sesuai, atau tidak bisa dipenuhi, atau tidak disepakati, hendaknya Draft Order jangan ditandatangani dahulu. Mintalah untuk direvisi. Jika ada hal-hal yang tidak jelas atau meragukan, mintalah penejelasan.

(b). Purchase Order Contract
Purchase Order Contract adalah perwujudan dari Draft Order yang dituangkan di dalam sebuah kontrak resmi, dicetak dan ditandatangani dengan resmi oleh pihak yang authorized. Karena isinya adalah sama, maka yang perlu dilakukan saat penanandatanganan contract adalah membandingkan isi contract dengan isi draft order. Seharusnya isinya sama persis dengan draft order yang telah ditandatangani. Jika ditemukan perbedaan-perbedaan, mintalah revisi atas kontrak tersebut.

Tentang L/C part 2

L/C adalah jaminan pembayaran yang pasti dari issuing bank atau confirming bank ( jika ada ) kepada beneficiary dengan syarat dia ( beneficiary ) tersebut bisa menyerahkan dokumen kepada issuing bank yang sesuai dengan syarat dan kondisi L/C. Jadi yang janji membayar adalah issuing bank ( banknya importir ) dan bukan nominated bank / negotiating bank ( banknya eksportir ), sehingga pada saat eksportir sudah mengirimkan barang dan menyerahkan dokumen-2 kepada negotiating bank , sebenarnya negotiating bank tidak punya kewajiban untuk melakukan pembayaran, tetapi tugasnya adalah meneruskan dokumen kepada issuing bank untuk mendapatkan pembayaran.  Step step yang normal adalah : dokumen dari eksportir diserahkan kepada nominated bank ( dia tidak wajib membayar ), kemudian diteruskan kepada issuing bank ( dia wajib membayar apabila dokumennya sesuai dengan L/C dalam waktu 5 hari kerja ), kemudian dokumen diserahkan kepada importir apabila importir sudah melunasi pembayaran kepada issuing bank. Apabila dilakukan secara normal seperti ini, maka eksportir akan mendapatkan pembayaran yang cukup lama , misalnya : Eksportir mengirim barang tgl 25.04.2009 dan menerima B/L dari shipping company, kemudian menyiapkan dokumen-2 sampai tgl 30.04.2009, kemudian diserahkan ke nominated bank , nominated bank memeriksa dokumen 2 hari, kemudian mengirim dokumen ke issuing bank makan waktu 3 hari, dan issuing bank punya waktu 7 hari untuk memeriksa dokumen, setelah 7 hari issuing bank membayar kepada beneficiary , sehingga mulai dari pengiriman barang sampai mendapatkan pembayaran akan memakan waktu 17 hari , hal ini akan membaratkan eksportir karena akan mengganggu cash flow-nya. Untuk mengatasi ini , maka eksportir boleh minta kepada nominated bank agar memberikan dana talangan dulu dan menagihkan kepada issuing bank , dan kalau ini dilakukan maka disebut dengan negosiasi yaitu begitu eksportir menyerahkan dokumen ke nominated bank apabila clean yaitu sesuai dengan L/C , naminated bank menegosiasi dokumen yaitu membayar kepada eksportir dan menagih kepada issuing bank. Ini adalah cara yang lazim digunakan antara nominated bank dengan nominated bank.
Yang menjadi pertanyaan, apakah semua eksportir bisa menegosiasi dokumennya di nominated bank ?
Tidak semua !
Hanya eksportir yang mempunyai fasilitas NWE Negosiasi Wesel Ekspor saja yang bisa menegosiasi dokumennya, dan eksportir yang tidak mempunyai fasilitas NWE tentunya tidak bisa menegosiasi dokumennya
Oleh karena itu, bagi eksportir yang belum punya fasilitas NWE bisa mengurus fasilitas dulu ke banknya , sehingga pada saat transaksi sudah berjalan bisa melakukan negosiasi.

NEWS