Pages

Translate

Friday 29 June 2012


SISTEM DAN PROSEDUR TATALAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG EKSPOR


DASAR HUKUM 
  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 Tentang Kepabeanan jo. Undang-Undang Nomor 17 tahun 2006 tentang Perubahan UU Nomor 10/1995.
  2.  Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 Tentang Cukai
Tatalaksana Ekspor
  1. Kep. Menkeu nomor 557/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di bidang Ekspor
  2. Kep. DJBC nomor KEP-151/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepaneanan di bidang Ekspor
  3. Kep. DJBC nomor KEP-152/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepaneanan di bidang Ekspor untuk Barang Ekspor yang mendapat Kemudahan Impor Tujuan Ekspor
Konsepsi Dasar
  • Ekspor adalah kegiatan mengeluarkan barang dari Daerah Pabean 
    1. Ps.2(2)UUNo.17/2006:
      Barang yang telah dimuat di sarana pengangkut untuk dikeluarkan dari Daerah Pabean dianggap telah diekspor dan diperlakukan sebagai barang ekspor
    2. Ps.2(3)UUNo.17/2006:
      Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bukan merupakan barang ekspor dalam hal dapat dibuktikan bahwa barang tersebut ditujukan untuk dibongkar di suatu tempat dalam Daerah Pabean
    3. Ps.4UUNo.17/2006(samadenganUU No. 10/1995):
      Terhadap barang ekspor dilakukan penelitian dokumen dan dalam hal tertentu dapat dilakukan pemeriksaan fisik atas barang ekspor
      1. Pemeriksaan fisik atas barang ekspor, hanya dilakukan untuk barang ekspor yang:
        • Berdasarkan petunjuk yang kuat akan terjadi pelanggaran atau telah terjadi pelanggaran ketentuan di Bidang Ekspor (NI/NHI);
        • Akan dimasukkan kembali ke dalam Daerah Pabean (re-impor);
        • Berasal dari impor sementara;
        • Seluruhnya atau sebagian berasal dari barang impor yang mendapatkan fasilitas pembebasan Bea Masuk, penangguhan pembayaran PPN/PPn BM, dan pengembalian Bea Masuk serta pembayaran pendahuluan PPN/PPn BM.

    1. Ps. 11A UU 17/2006:
      Barang yang akan diekspor wajib diberitahukan dengan Pemberitahuan Pabean  
    2. Ps. 5 (2) dan 5A UU 17/2006:
      Pemberitahuan Pabean diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean atau tempat lain yang disamakan dengan Kantor Pabean dalam bentuk formulir atau melalui media elektronik 
Larangan/Pembatasan Ekspor
  1. Acuan:
    Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan nomor558/MPP/Kep/12/1998 yg telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor : 01/M-DAG/PER/2007
  2. Kategori:
    • Yang diatur tata niaga ekspornya » ekspornya hanya dapat dilakukan oleh eksportir terdafta
    • Barang yang diawasi ekspornya » ekspornya hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Menteri Perdagangan
    • Barang yang dilarang ekspornya » tidak boleh diekspor

Pungutan Ekspor 
  • Pungutan ekspor adalah pungutan yang dikenakan terhadap barang ekspor tertentu
    1. Barang yang dikenakan pungutan ekspor adalah barang sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan 92/PMK.02/2005 jo. PMK 95/PMK.02/2005 jo. 61/MK.011/2007 meliputi: Kelapa sawit, CPO dan Produk turunannnya; Rotan; Kayu; Pasir; Kulit; dan Batu bara Pungutan Ekspor wajib dibayarkan paling lambat pada saat PEB didaftarkan secara tunai dan disetor ke Kas Negara melalui Bank Devisa Persepsi.



PENELITIAN DOKUMEN
  1. Komputer Kantor Pabean melakukan kegiatan penelitian :
  • Kelengkapan & Kebenaran pengisian data PEB
  • Kebenaran perhitungan dan pelunasan PE dalam hal barang ekspor terkena PE
  • Pos Tarif barang ekspor yang terkena PE dan diatur, diawasi, atau dilarang ekspornya
  • Jenis barang ekspor termasuk barang yang :
    1. Akan diimpor kembali
    2. Diekspor kembali
    3. Mendapat kemudahan ekspor



Thursday 2 February 2012

PROSEDUR IMPORT

1. Importir dalam negeri dan Supplier di Luar Negeri mengadakan korespondensi dan tawar – menawar harga yg akan di import.
2. Jika terjadi kesepakatan antara kedua belah pihak, maka dibuat perjanjian jual – beli ( sales contract ).
3. Importir membuka LC ke Bank Devisa dalam negeri.
4. Bank Devisa Dalam Negeri memberitahukan kepada Bank Korespondensi LN tentang pembukaan LC nya.
5. Bank / Koresponden LN menghubungi Exportir LN.
6. Exportir LN pesan tempat (ruangan) ke agen – agen pelayaran, dgn maksud agar dapat dimuat – dikirim.
6a. Kapal menuju Pelabuhan Indonesia.
7. Supplier menyerahkan Invoice, Packing List lembar asli kepada Bank L N dan menarik weselnya
sedangkan duplikat dokumen – dokumen diatas dikirim langsung kepada Importir.
8. Bank LN mengirim dokumen kepada Bank Devisa Dalam Negeri.
9. Bank Devisa DN menyerahkan dokumen – dokumen asli kepada importir.
10. Importir menyerahkan dokumen – dokumen surat kuasa ke EMKL.
11. EMKL menukar konosemen asli dgn D/O kpd agen perkapalan & membuat PPUD berdasrkan dokumen,
serta membayar bea masuk PPN importir dll.
12. Barang keluar ke peredaran bebas / diserahkan kepada importir.
Note : - Importir harus mempunyai :
- SIUP
- API
- Barangnya tidak bermasalah masuk jalur hijau, jika masuk jalur merah ada prosedur lagi.
- Lebih mudah lagi jika kita bisa masuk ke dalam Sistem Pelayanan Impor ( Importir Jalur Prioritas ).

Redress



Redress adalah melakukan penyesuaian data, merubah, merevisi data yang telah terkirim di database Bea cukai, data yang dimaksud di sini adalah data manifest (data muatan barang armada pengangkut). Jadi data tersebut adalah data yang dikirim oleh pemilik armada/ kapal/ pesawat atau agen/ perwakilannya di pelabuhan tujuan / atau pelabuhan pemuatan di kantor pelayanan dimana barang export /import dikerjakan.

Jadi data-data yang dikirim oleh eksportir/ importer ke bea cukai dalam pemberitahuan ekspor/ impor jika ada perubahan meskipun dilakukan revisi, tidak serta merta dapat dikatakan redress. Seperti revisi PEB /PIB misalnya. Karena redress hanyalah terhadap data yang dikirim ke bea cukai oleh pelayaran maupun maskapai penerbangan. Tentunya data tersebut merupakan data yang telah fix, final. Artinya data tersebut juga telah mendapat persetujuan dari para importer/ eksportir yang menggunakan jasa pelayaran/ maskapai bersangkutan seperti tetuang dalam bill of lading.


Nah setelah data fix, final dan benar seperti yang diinformasikan eksportir/ importer ke perusahaan pengangkut (pelayaran/ penerbangan) maka data tersebut diteruskan sebagai manifest (daftar muatan barang) untuk armada bersangkutan. Nah disinilah jika masih terjadi perubahan data maka disebut redress (perubahan / penyesuain data manifest) hanya dilakukan oleh pelayaran/ masakapai yang memiliki kapal/ pesawat dimaksud. Misalnya terjadi kesalahan nama, jumlah, berat, maupun jenis kemasan atau lainnya.

Untuk menghindari hal ini selalulah berkoordinasi dengan pihak shipping line/ pengangkut/ yang punya kapal, karena merekalah yang submit pemberitahuan kedatangan/ pemberangkatan armada. Tentu sebagai pihak pengguna jasa pengangkutan eksportir/ importer sudah seharusnya memberikan data yang benar. Namun sering terjadi waktu yang diberikan pihak pelayaran sangat sempit, semisal meminta kepastian/ penegasan kebenaran data kepada importer/ eksportir dengan hanya waktu sehari. Boleh jadi kita belum sempat mengoreksi data, waktunya sudah keburu habis, karena pelayaran mengirim pemberitahuan via fax (misal) tgl. 5 Juni pk.09.00, namun dalam pemberitahuannya di tulis deadline, “mohon dikoreksi paling lambat tgl. 5 Juni xxxx, pk.12.00, jika tidak ada koreksi data kami anggap benar, segala beaya yang terjadi karena ketidak sesuai data bukan tanggung jawab kami”. Ini artinya hanya ada waktu 3 jam untuk mengoreksi, dari pk.09.00 s/d pk.12.00. Padahal importer belum tentu dapat dokumen dari pengirimnya, atau eksportir belum tentu final menyusun data faktur maupun packingnya sementara pihak pelayaran memberikan deadline waktu yang tidak masuk akal. Namun jika kita telah tertib pada persiapannya hal ini tidak terjadi, artinya ekspor-impor kita telah direncanakan dengan matang seluruh dokumennya.
Kalau toh masih terjadi redress, maka hal tersebut dapat dilakukan dengan menyiapkan document-document antara lain :
- Surat permohonan redress
- Bill of lading yang telah terkoreksi oleh pelayaran/ maskapai
- Packing list
- Invoice
- pernyataan kenapa redress
- dokumen pendukung lainnya (jika diminta oleh bea cukai), mungkin PO, Sales Contract, Shipping Instruction atau lainnya.

Bea cukai akan melakukan pemeriksaan, penelusuran atau mungkin saja dilakukan wawancara untuk meminta keterangan “kenapa terjadi redress” kepada pemilik barang/ pelayaran/ kuasanya. Jadi intinya redress adalah bertujuan untuk menyesuaikan data yang ada di databasae bea cukai yang dikirim oleh pelayaran dengan data dokumen fisik kita sewaktu kita mengurus ekspor-impor. Karena jika data fisik yang kita ajukan berbeda dengan data yang dikirim oleh pelayaran, maka akibatnya pengurusan impor/ ekspor kita akan tertolak. (Saya tulis, karena hari ini, sedang mengurus redress) Semoga membantu.

Impor barang pindahan


Mau urus barang pindahan dari / ke luar negeri ? 
Berikut prosedur singkatnya :
- Ajukan : pemberitahuan impor/ ekspor barang pindahannya ke Bea Cukai dengan
menggunaan PIBT
- Daftar barang, rincian, jumlah, perkiraan nilai barang ditandasyahkan ke kedutaan
- Fotocopy passport / KIMS / KITAS
- Surat keterangan terkait (bagi pekerja/ pelajar/ PNS dalam rangka tugas/ lainnya)
- Bebas Bea Masuk
- Barang dilakukan pemeriksaan fisik oleh Bea Cukai
** Permenkeu no. 28/PMK.04/2008

Thursday 19 January 2012

Letter of Credit part 3

Letter of Credit yang biasa disingkat dengan (L/C) merupakan salah satu instrument pembayaran yang sangat penting dalam perdagangan international. Letter of Credit sangat vital dalam memberikan keyakinan kepada pembeli (buyer) maupun penjual (seller) dalam melakukan perdagangan international (export-import).

Dengan tersedianya Letter of Credit :

Penjual (Seller/Exporter) :

Mendapat keyakinan akan ketersediaan pembayaran atas barang dan atau jasa yang diserahkan. Dengan telah dibukanya Letter of Credit oleh pihak buyer, seller tidak perlu khawatir mengenai adanya kemungkinan barang dan atau jasa yang diserahkan tidak (kurang)dibayar, sepanjang klausa (Term and Condition) yang tercantum di dalam L/C dipenuhi. Keyakinan tersebut diperoleh dengan adanya penegasan dari pihak bank pembuka L/C bahwa pihak pembeli (buyer) memiliki kemampuan yang cukup untuk membayar dan dalam hal ini bank pembuka L/C menjamin akan mendibit rekening pihak pembeli, jika pihak penjual menyerahkan dokumen-dokumen yang dipersyaratkan.

Bahkan di Indonesia, penguasaan terhadap sebuah Letter of Credit (L/C), bisa dijadikan dasar permohonan "Kredit Export (KE)" guna memperoleh dana lebih awal dari bank devisa, untuk dipergunakan sebagai modal kerja dalam memproduksi barang yang difasilitasi oleh Letter of Credit tersebut. Tentu saja pihak bank akan mengenakan bunga tertentu atas kredit tersebut, yang biasa disebut dengan bunga diskonto.


Pembeli (Buyer/Importer) :

Memperoleh keyakinan bahwa dia/mereka hanya akan membayar seller atas penyerahan barang dan atau jasa yang dipesannya sesuai dengan syarat yang telah disepakati sebelumnya yang akan dituangkan di dalam "Term and Condition" L/C yang akan dibuka. Dalam hal ini bank pembuka hanya akan mendebit rekening buyer, jika bank telah menerima dokumen yang dipersyaratkan.

Bagi mereka yang berada di bagian accounting maupun keuangan, mengenal dan mengetahui dasar mekanisme kerja letter of credit adalah penting, sehingga dapat diestimasi : kapan dan bagaimana TRANSAKSI SALES (jika perusahaan bertindak selaku seller) atau PURCHASE (jika perusahaan bertindak sebagai buyer) akan berakibat terhadap POSISI KAS perusahaan. Jika rekan-rekan di accounting atau keuangan menguasai mekanisme "Letter of Credit", maka itu merupakan nilai plus yang melengkapi keahlian dalam mengelola keuangan perusahaan (tinggal beberapa langkah menuju jenjang career yang lebih tinggi/financial controller). Menarik kan ?.

Sedangkan bagi mereka yang berkecimpung dalam dunia export-import, "Letter of Credit" adalah sesuatu yang wajib untuk dikuasai. Bagaimana tidak, atas proses export-import yang menggunakan instrument Letter Of Credit, langkah demi langkahnya harus selalu stick on (berpatokan) pada butir-butir “Term and Condition” yang tercantum di dalam Letter of Credit. Mulai dari :
(-). Packing Instruction : dimension, unit weight, quantity/volume per pack, side/front pack marking, dll.
(-). Document Required : Export License, Commercial invoice, Certificate of Inspection, Fumigation Certificate, dll.
(-). Shipping Instruction : Nominated Forwarder, Port of Departure, Notify Party, Port of Destination, Consignee Name, dll.

Penyimpangan (discrepancies) sangat kecil/sepele sekalipun terhadap instruksi (instruction) maupun permintaan (requirement) yang tercantum di dalam “Term and Condition” OTOMATIS MENGAKIBATKAN GAGALNYA REALISASI PEMBAYARAN atas sebuah transaksi yang di fasilitasi dengan Letter of Credit. Dan ini adalah tanggung jawab mereka-mereka yang berada di bagian Export-Import.

Catatan Penting :
Dalam sebuah transaksi yang menggunakan Letter of Credit, yang menjadi penentu dasar realisasi pembayaran adalah Dokumen. Sedangkan kondisi barang/jasa yang diperjual-belikan maupun hal-hal lain yang menyangkut kesepakatan seller dengan buyer, adalah diluar tanggung jawab institusi keuangan (dalam hal ini bank), artinya : bank pembuka berhak mendebit rekening buyer dan wajib membayarkannya kepada seller melalui bank yang ditunjuk begitu dokumen diterima dalam keadaan lengkap dan sesuai dengan kondisi yang dipersayaratkan, terlepas apakah barang/jasa yang diserahkan dalam keadaan yang sesuai dengan kesepakatan antara buyer dengan seller atau tidak.


Barang Sample /Non Commercial value

Pernah tahu tentang Sample Of Non-commercial Value ?. Bagi yang sudah di perdagangan export-import pasti sudah tidak asing lagi, terutama yang pernah di posisi merchandiser, that's good. Tapi di artikel ini saya akan melihatnya dari sudut accounting dan perpajakannya. Apa itu Sample Of Non-Commercial Value ?, Mengapa Sample Of Non-commercial Value?, Bagaimana memposting-nya?. Bagaimana dampak perpajakannya ?. Kita bahas satu persatu di sesi berikutnya.


Apa itu Sample of Non-commercial Value ?

Dalam perdagangan export-import, sebelum pemesanan (placing order) biasanya pembeli (buyer/Importer) akan meminta penjual (seller/exporter) untuk mengirimkan contoh barang (samples). Begitu juga sebelum produksi dimulai, buyer akan meminta dikirimkan pre-production sample. Kesemua contoh-contoh barang tersebut biasanya tidak berbayar.

Pada saat akan dikirimkan, sample tersebut harus dibuat agar tidak dalam kondisi yang sempurna, dengan kata lain; sengaja dibuat cacad, dalam istilah merchandising-nya disebut dengan "multilated", lalu diberi tulisan "Sample Of Non-commercial Value". Multilated bisa dilakukan dengan menggunting, mencoret dengan spidol anti air, atau mempoton/mematahkan salah satu bagian yang tidak vital.

Pengiriman barang keluar negeri, meskipun hanya berupa contoh, tetap harus disertai dengan dokumen pengiriman, minimal invoice dan packing list. Di dalam invoice harus disebutkan "Sample Of Non-commercial Value". Dan yang paling penting.... perhatikan baik-baik... Harga yang dicantumkan di dalam invoice di buat sangat kecil (UNDER VALUE), biasanya tak lebih dari USD 1.00/unit.

Mengapa Sample Of Non-Commercial Value ?

Seperti sudah dijelaskan di atas, bahwa sample-sample tersebut dimaksudkan hanya untuk tujuan pemeriksaan kwalitas saja (bentuk, ukuran, warna dan spesifikasi lainnya), bukan untuk diperjual belikan. Seller pun tidak akan menerima pembayaran atas pengiriman sample tersebut. Dengan demikian, maka Sample Of Non-Commercial Value Statement dimaksudkan agar :

(-). Tidak diperlukan dokumen export yang lengkap (termasuk tanpa export licence/quota), melainkan cukup dengan Invoice dan Packing list saja.

(-). Agar Buyer (importir) tidak dikeneakan Bea Masuk maupun Pajak Import.



Bagaimana Perlakuan Akuntansinya ?


Karena sample ini memang dibuat dan dikirimkan bukan untuk dimaksudkan untuk diperdagangkan, dengan bahasa akuntansi bisa dikatakan bahwa pengeluaran untuk sample tersebut tidak akan berpotensi untuk menghasilkan return (cash). Oleh sebab itu, maka pengeluaran atas sample ini BUKAN BAGIAN DARI HARGA POKOK PRODUKSI (Production Cost) dan juga tidak dimasukkan ke dalam HARGA POKOK PENJUALAN (Cost of Good Sold). Dengan demikian, perlakuan akuntansinya dapat kita rumuskan sebagai berikut :


* Penggunaan Bahan Baku / Bahan Penolong :

Jika untuk pembuatan sample tersebut memerlukan bahan baku dan bahan penolong, maka atas pembelian bahan baku tersebut tidak dicantumkan sebagai pembelian bahan baku atau bahan penolong, melainkan langsung dibebankan sebagai biaya di periode yang sama dengan mencatatnya sebagai Biaya Sample (Research & Development), bisa juga dibebankan sebagai Biaya Marketing dan Promosi (Marketing & Promotion). Maka jurnalnya :

[-Debit-]. Research & Development = Rp xxx
[-Credit-]. Cash = Rp xxx

atau :

[-Debit-]. Marketing & Promotion = Rp xxx
[-Credit-]. Cash = Rp xxx

Jika untuk pembuatan sample tersebut memakai bahan baku dan bahan penolong yang telah ada di gudang, maka atas pengeluaran bahan baku/bahan penolong tersebut tidak dicatat sebagai Barang dalam Proses (Work in Process), melainkan langsung dicatat sebagai Biaya Sample (Research & Development) atau Biaya Marketing & Promosi, sedangkan persediaan bahan baku yang diambil tetap dicatat di sisi kreditnya. Jurnalnya menjadi sebagai berikut :


[-Debit-]. Research & Development = Rp xxx
[-Credit-]. Raw Material / Component = Rp xxx

atau :

[-Debit-]. Marketing & Promotion = Rp xxx
[-Credit-]. Raw Material / Component = Rp xxx


* Penggunaan Tenaga Kerja :

Jika dalam pembuatan sample tersebut dipergunakan tenaga kerja langsung (buruh, tukang, pegawai harian, pegawai borongan), maka pembayarannya tidak dicatat sebagai Biaya Tenaga Kerja Langsung, melainkan dicatat :

[-Debit-]. Research & Development = Rp xxx
[-Credit-]. Cash = Rp xxx

atau :

[-Debit-]. Marketing & Promotion = Rp xxx
[-Credit-]. Cash = Rp xxx


* Pada saat sample selesai dikerjakan :


Jika barang hasil produksi (bulk production) dicatat sebagai inventory untuk meng-convert Persediaan Barang Dalam Proses, sedangkan untuk sample ini tidak dilakukan pencatatan.


* Packing & Shipping :

Segala pengeluaran terkait dengan pengemasan (Packing) dan pengiriman (Shipping / Courrier), tidak dicatat sebagai Packing atau Shipping Cost, melainkan langsung dicatat sebagai Reasearch & Development expense. Jurnalnya sama aja dengan jurnal sebelumnya.


* Pelaporannya :

Research & Development atau Marketing & Promotion dikelompokkan ke dalam kelompok Biaya Operasional (expenses).


Tinjauan Perpajakannya


* Pembebanan :

Seperti biasa hukum dasar perpajakan, untuk melegitimasi suatu beban, yang menjadi dasar pertimbangan utama adalah bukti transaksi dan alur transaksi. Sepanjang atas pengeluaran tersebut tersedia bukti transaksi dan didukung oleh alur transaksi yang memadai, maka itu legitimate (syah?) untuk dibebankan. Perkara itu dikelompokkan sebagai Harga Pokok Penjualan atau ke dalam biaya operasional tidaklah penting, karena pada dasarnya akan tetap menjadi faktor pengurang potensi laba, yang artinya juga pengurang potensi pajak.


* Penjualan atas Sample Of Non-commercial Value :

Sekali lagi, yang menjadi bahan pertimbangan adalah bukti transaksi dan alur transaksi. kaitannya dengan penjualan export, yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan adalah :

(-) Dokumen export : Pada invoice pengiriman sudah dinyatakan sebagai "Sample Of Non-commercial Value".

(-) Penerimaan Kas : Tidak ada kas masuk (wire/cash payment) yang spesifik terkait dengan pengiriman sample tersebut.


Atas kedua pertimbangan tersebut, maka under value didalam commercial invoice tersebut adalah legitimate (diakui?).

NEWS